Sr. Emma Karini, CB
Civita, banyak hal aku dapat di sana. Berbagai pengalaman aku peroleh di Civita dan perutusan
ini sungguh istimewa. Mendampingi kaum muda yang tiada habisnya, sungguh
menyenangkan. Anak-anak yang polos-polos, apa adanya, ceria, gembira, dan penuh
semangat. Setiap peserta memiliki kekhasan masing-masing. Perjumpaan yang
membuat hidup, sungguh mengagumkan. Hampir setiap peristiwa yang terjadi di
dalam pendampingan memperkaya dan masing-masing
peserta yang memiliki perangai
yang berbeda, dan pengalaman itu mengingatkan kepada Sang Pencipta.
Dalam mengisi setiap sesi, saya berusaha untuk
menumbuhkan hal-hal positif yang dimiliki peserta seperti membiasakan anak
untuk mengucapkan ”terima kasih”, tetapi kenyataannya banyak anak yang tidak
memiliki kebiasaan mengucapkan terima kasih setiap kali menerima sesuatu dari
siapa pun. Setiap kali membagikan sesuatu kepada setiap peserta retret, saya
perhatikan bagaimana cara menerimanya apakah dengan tangan kanan atau tangan
kiri? Jika tangan kiri yang digunakan maka saya tunggu sampai tangan kanan yang
digunakan. Lalu saya juga memperhatikan ketika menerima sesuatu mengucapkan
terima kasih atau tidak. Saat menerima sesuatu anak memandang dan memperhatikan
atau justru pandangannya kemana-mana. Hal tersebut senantiasa saya perhatikan.
Setelah selesai membagikan sesuatu, entah kertas dosa, kartu niat hidup, atau
bahan renungan saya memberi komentar. Pernah terjadi tidak ada satu anak pun
yang mengucapkan terima kasih setelah menerima yang saya berikan. Maka untuk
membantu, saya berkata, ”Ada sesuatu yang teman-teman lupakan, padahal sejak
kecil sebelum bisa omong sudah mulai
diajarkan oleh orang tua. Apa itu?” Umumnya mereka menjawab ”Terima kasih”.
Saya ingin menumbuhkan rasa syukur kepada anak-anak. Bila
dengan orang yang kelihatan saja tidak biasa mengucapkann terima kasih,
bagaimana terhadap yang tidak kelihatan? Untuk anak-anak, saya rasa baik
dibiasakan melakukan hal-hal yang baik. Nah, pada saat retret seperti itu
banyak nilai positif yang bisa dikembangkan seperti sopan santun yang sudah
mulai luntur bisa ditumbuhkan. Sebelum retret secara resmi dimulai peserta
retret diajak untuk membuat kesepakatan atau komitmen.
1.
Menciptakan
ketenangan
2.
Kerja
sama. Satu bicara, yang lain mendengarkan.
3.
Keterbukaan.
Terbuka terhadap Tuhan, sesama, pendamping, dan diri sendiri.
4.
Kedisiplinan.
Tahu diri, tempat dan waktu.
Selama retret, tidak diperkenankan menggunakan handphone, buku bacaan, alat untuk
bermain dan makanan yang dibawa dari rumah. Semua hal tersebut dikumpulkan.
Anak perlu dijelaskan dan dilatih untuk bisa melaksanakan kesempakatan dan
komitmen yang telah dibuat bersama. Untuk menciptakan ketenangan tidaklah
mudah. Anak-anak suka bicara di mana pun, di setiap saat dan tempat. Padahal
dari awal sudah diberitahu bahwa saat hening itu sangat berharga. Dengan suasana
yang hening bisa berdoa dengan kusuk dan sungguh-sungguh fokus. Maka untuk
menciptakan suasana tersebut mulai pukul 22.00 sampai dengan pukul 08.00
peserta retret diwajibkan untuk hening. Hal ini bertujuan agar mereka bisa
istirahat sehingga hari berikutnya dapat melanjutkan retret dengan baik. Dengan
masing-masing memegang komitmen, itu cara untuk menghargai dan menghormati
orang lain agar dapat istirahat dengan tenang dan dapat berdoa dengan kusuk.
Untuk menciptakan keheningan tidak mudah, kadang-kadang nampak diam tetapi
pikirannya kemana-mana. Maka perlu dibantu agar bisa menciptakan keheningan
hati dan mengalami kehadiran Tuhan di dalam keheningan.
Setiap mengawali retret, peserta
dibagi menjadi empat kelompok. Hal itu untuk membantu agar anak-anak bisa
belajar bekerjasama, mengungkapkan pendapat, belajar bicara di dalam kelompok
maupun di depan seluruh peserta retret. Melalui cara itu peserta retret dilatih
untuk percaya diri, untuk tampil OK. Selain itu peserta retret juga dilatih untuk bisa mendengarkan orang lain, menghargai
pendapat orang lain, dan menghormati orang lain. Satu bicara yang lain
mendengarkan. Peserta dilatih untuk bisa menangkap dan memahami apa yang
disampaikan lawan bicaranya.
Kesepakatan yang ketiga adalah keterbukaan, untuk terbuka
butuh keberanian. Peserta yang tertutup, dalam kesempatan inilah dilatih/diajak
untuk berani terbuka untuk memperkenalkan dirinya dan berani untuk menerima
dirinya apa adanya.
Kesepakatan yang keempat adalah berusaha untuk disiplin.
Disiplin adalah sesuatu hal yang langka. Untuk bisa tepat waktu mengikuti
setiap kegiatan butuh kemauan yang tinggi. Karena pengaruh budaya ngaret sangat kuat. Maka baik bila
anak-anak dilatih untuk disiplin dalam mengikuti acara apa pun.
Sebetulnya dari setiap detik, menit, saat kita juga
dilatih untuk memutuskan untuk memilih melakukan yang baik atau kurang baik.
Bila memiliki disiplin tinggi, tidak masalah untuk menjalankan yang baik.
Anak-anak umumnya suka memilih yang mudah dan menyenangkan. Maka perlu dilatih
untuk memilih yang baik dan benar. Selama retret anak-anak juga dilatih untuk
tidak menggunakan handphone agar
waktu yang singkat dapat digunakan untuk mengikuti retret dengan baik.
Kebanyakan anak-anak tidak bisa lepas dari handphone.
Seolah-olah handphone lebih penting
dari Tuhan Allah. Saya berupaya untuk menyakinkan bahwa tanpa handphone juga bisa hidup. Anak-anak
sekarang memiliki ketergantungan terhadap handphone
yang sangat tinggi. Setelah dijalani selama 3 hari 2 malam, tanpa handphone ternyata bisa. Handphone pengaruhnya sangat tinggi,
gara-gara handphone bisa
menghancurkan diri sendiri maupun oarang lain, bila penggunaannya tidak pas.
Anak-anak perlu diajak agar tidak tergantung padanya. Handphone bisa menjauhkan orang-orang yang ada di sekitarnya, meskipun
juga bisa mendekatkan orang yang jauh dengan mudah.
Anak-anak sangat perlu untuk dilatih memenuhi komitmen
yang telah dibuat, karena bila dari kecil sudah terbiasa memegang dan
menjalankan komitmen maka anak-anak akan tertib di dalam kehidupannya. Tertib
dalam hal apa pun, sehingga nantinya anak menjadi orang yang disiplin. Bila
kesepakatan itu dengan mudah dilanggar maka segala rencana bisa bubar, hancur
berantakan. Contoh dalam hidup berkeluarga bila kesepakatan atau janji di depan
altar akan setia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, dalam sehat dan
sakit itu dilanggar maka keluarga bisa hancur. Itulah sebabnya saya berusaha
agar anak-anak bisa tertib dalam setiap mengikuti kegiatan dan dengan adanya
latihan itu saya berharap anak-anak memiliki kebiasaan baik yang nantinya bisa
dijalankan dalam kehidupan selanjutnya, di rumah, di sekolah dan di masyarakat.
Kebiasaan baik memegang komitmen itu diterapkan kepada
semua peserta retret dari usia SD, SMP, SMA dan semua yang mengikuti
pendampingan dan pelatihan di Civita.
Untuk selanjutnya materi retret diberikan sesuai dengan
usia peserta retret. Anak-anak SD dibantu untuk mengenal kasih Allah melalui
orang-orang yang ada di sekitarnya. Melalui bapak, ibu, kakak, adik, teman baik
di sekolah maupun masyarakat. Melalui merekalah Allah mengasihi anak-anak.
Dengan demikian anak-anak juga dibantu agar menyadari bahwa Allah hadir di
dalam setiap pribadi yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Allah sungguh
dekat dan kasih-Nya sungguh nyata dapat dirasakan di dalam kehidupan nyata.
Anak-anak juga dilatih untuk mencintai alam. Maka dalam doa pagi, pertama
anak-anak diajak jalan-jalan keliling Civita untuk menikmati indahnya alam
Civita dan kehadiran Tuhan melalui alam ciptaan-Nya. Dengan doa melalui alam
anak-anak dilatih untuk mencintai alam ciptaan Tuhan. Anak-anak diajak untuk
menyadari bahwa semua makhuk yang diciptakan oleh Tuhan itu diserahkan kepada
manusia agar dipelihara dan dirawat. Dengan demikian diharapkan anak-anak mau
merawat tanaman yang ada di sekitar rumahnya.
Peserta SMP diajak untuk mengenali dirinya agar dapat
menerima diri apa adanya. Diharapkan hal-hal yang ditemukan di dalam dirinya
yang kurang baik, setelah berproses berkembang menjadi baik dan yang sudah baik
menjadi lebih baik lagi. Untuk menjadi seperti yang diharapkan pasti butuh
proses yang tidak cepat sesuai dengan perkembangan masing-masing pribadi.
Setelah memasuki SMA anak-anak dilatih untuk memiliki
kebebasan yang bertanggungjawab. Dapat membedakan dan dapat memilih dengan
bebas. Untuk memilih melakukan yang baik dan benar. Hal itu juga tidak mudah.
Perlu adanya pelatihan yang terus menerus hingga mengalami kebebasan anak-anak
Allah.
Komunitas
Civita