OLeh RD. A. Yus Noron
Pada
tahun 1987-1989, Mgr. Leo Soekoto menempatkan saya di rumah retret Civita. Awalnya saya
merasa berat menjalankan tugas pelayanan untuk orang muda, apalagi pendamping pada waktu itu hanya berempat. Kami harus melayani dua
tempat, Civita 1 dan Civita 2. Beberapa bulan kemudian, Mgr. Leo memberikan
lagi tenaga bantuan yang dapat meringankan tugas kami saat itu. Sering juga
beliau mengunjungi kami atau pun mengundang kami di keuskupan untuk
mendengarkan pengalaman kami.
Sekolah-sekolah
Katolik dan swasta pun
akhirnya dihimbau supaya memberikan perhatian akan pendidikan iman anak-anak
sehingga jaminan iman ini akan menunjang mereka untuk di hari depannya.
Civita
menjadi tempat pembinaan iman bagi kaum muda di
Jakarta. Sekolah-sekolah di wilayah Keuskupan Agung
Jakarta bahkan Bogor mengirim anak-anak mereka untuk mendapatkan pembinaan
iman. Boleh dikatakan pada saat itu Civita menjadi tempat tujuan sekolah-sekolah
untuk mengembangkan pembinaan iman. Bahkan kami selaku tim pemberi materi diminta oleh komisi
kepemudaan dari keuskupan-keuskupan lain agar memberikan metode pembinaan bagi anak-anak
remaja dan orang muda.
Akhirnya
saya bersyukur karena saya diberi kesempatan oleh Mgr. Leo Soekoto untuk
mengalami karya di Civita. Bagi saya menjadi sangat berguna karena saya menjadi
terlatih untuk berhadapan dengan remaja dan orang muda, mulai dari anak-anak
SD, SMP maupun SMA dan orang
muda pada umumnya. Acara demi acara
yang sangat padat bukan lagi membosankan dan membuat jenuh, tetapi bertemu
dengan anak-anak remaja dan kaum muda selalu mengalami rasa gembira.
Materi
dan metode
pembinaan sangat sederhana, tetapi dikemas dengan sangat menarik. Metode
ceramah, dialog, role playing games
serta penekanan terhadap relasi dan kemandirian membuat anak-anak tertartik
dan mudah memahami maksud serta menemukan nilai atau keutamaan dari
setiap dinamika.
Suasana
alam dan tempat tinggal yang sederhana
tidak menimbulkan keluhan tetapi
justru menumbuhkan rasa syukur. Rasa syukur
itu tumbuh dari dalam hati,
itulah yang juga berkesan bagi para peserta maupun para guru pendamping. Bahkan
orang tua
mereka kerap kali berkunjung ke Civita untuk merasakan kesegaran.
Mgr.
Leo Soekoto pernah ditanya oleh seorang pejabat pemerintah yang anaknya pernah
mengalami pembinaan retret di Civita mengapa anaknya sekarang berubah menjadi
baik? Dengan rendah hati dan bangga, Mgr Leo mengatakan bahwa anak-anak itu
dibiarkan memiliki pengalaman apa adanya di Civita. Mereka berkreasi apa saja
dengan menuliskan pengalaman mereka di salah satu ruangan yang disediakan yang
disebut “ruang biru”.
Ada
banyak lagi yang masih bisa saya sharingkan, namun tentu lebih menarik bila
kita merasakan dapat merasakan
sendiri pengalaman retret di Civita maka datanglah ke Civita Youth Camp.
Akhirnya saya mengucapkan selamat
berpesta 40 tahun Civita. Semoga karya Civita semakin berkembang dan menjadi
tempat bertumbuhnya budaya dan semangat baru untuk menumbuhkan iman kaum muda.
Salam,
Ciputat,
20 Januari 2014
RD. A. Yus Noron