RD. Romanus Heri Santoso
“It is not
enough to say we are Christians. We must live the Faith, not only with our
Words, but with our Actions.”
(Paus Fransiskus)
CIVITA ... MEMBERI KEHIDUPAN
Tahun 2004, pertemuan saya pertama
kali dengan teman-teman muda yang mengikuti retret di Civita. Suatu saat saya
didatangi oleh salah satu guru yang memberikan catatan khusus untuk anak
muridnya, “Frater, saya mohon bantuan agar frater meberikan perhatian khusus ke
anak ini! Dia sangat nakal, orang tuanya cerai dan kami para guru di sekolah
sudah angkat tangan.” “Waw…sebegitu burukkah anak ini,” batinku dalam hati.
“Tuhan, bimbinglah kami dan pakailah kami,” kembali lirih kuhaturkan harap
dalam hatiku.
Kulemparkan senyum kepada guru tersebut untuk mengakiri percakapan kami. Kulangkahkan kakiku menuju Civita 1 untuk memulai pembukaan retret. Tiga hari dua malam, kami menjalani perjalanan rohani ini. Kami para pendamping retret memberikan perhatian kepada semua peserta, tanpa kecuali. Semua perjalanan retret tampak berjalan mengalir begitu saja. Di akhir penutupan, ada salah satu anak muda yang datang kepada saya dan berkata dalam uraian air mata sambil berkata, ”Frater, aku mau tobat!” Aku pegang pundaknya, kutenangkan dia. Tak banyak kata yang ku ucapkan pada saat itu, tetapi justru keheningan Civitalah yang menyapa dia. Delapan tahun kemudian, dalam acara yang tak terduga, ada seorang anak muda berpakain rapi datang menghampiri saya dan berkata,”Romo ingat saya?” Saya sempat berpikir sebentar, namun sungguh aku tak ingat. “Romo, ingat ketika saya menangis dihadapan romo (ketika itu masih jadi frater) setelah misa?” “Yaa saya ingat”, balasku. “CIVITA awal pertobatanku Romo”, tegasnya dalam ungkapan kesungguhan hati sambil memeluk saya. Tuhan memakai Civita dalam hidup saya. “Trima kasih ya Romo, pengalaman di Civita tonggak perubahan hidupku”, tegasnya sekali lagi dalam tetesan air mata syukur.
Inilah sepenggal pengalaman hidup
pelayanan kepada orang-orang muda di Civita. Saya hanya meyakini, tak ada pelayanan
yang sia-sia di hadapan Tuhan. Civita adalah tempat anak muda merasa disapa
oleh Tuhan. Banyak yang diteguhkan, banyak yang ditegur Tuhan, dan juga
pastinya tak jarang juga ada yang merasa biasa-biasa saja. Tetapi saya yakin,
Tuhan tak akan kehabisan cara untuk terus mencari putra dan putri-Nya untuk
kembali pulang (baca: tobat) kepangkuan-Nya. Empat puluh tahun Civita menemani
anak-anak muda. Empat puluh tahun Civita sudah berperan besar dalam
perkembangan iman anak-anak muda. Empat puluh tahun Civita juga sudah
menghidupi sebagian masyarakat di sekitarnya, dengan abang-abang, mpok-mpok dan
semua karyawannya. Civita, akan terus menyapa anak muda, menguatkan mereka dan
memberikan kehidupan bagi orang-orang di sekitarnya. Civita sudah berbuat banyak
hal yang baik, dan terus akan berbuat banyak hal yang baik.
MENJADI BERBEDA
DENGAN DUNIA
Pada hari Kaum
Muda Sedunia di Sydney, Australia 2009, jenazah orang muda bernama Giorgio
Frassati yang diterbangkan dari kota Torino, Italia dan disemayamkan di Katedral
St. Maria, di kota Sydney. Ia memang berasal dari keluarga yang kaya, tetapi
kekayaan orang tuanya tidak membuat dia sombong dan silau akan dunia ini.
Justru dia mendapatkan kekayaan yang sesungguhnya ketika ia mempersembahkan
waktu dan seluruh hidupnya untuk melayani orang-orang yang sakit dan miskin. Ia
senang berkumpul dan mendaki gunung dengan sahabat-sahabatnya. Pada saat-saat
yang seperti itu ia membagikan pengalaman imannya kepada para sahabat
sebayanya. Ia meninggal pada 4 Juli 1925, dalam usia 24 tahun, akibat dari
penyakit dari orang yang dirawatnya. Saat meninggal keluarganya sangat kaget
karena datang ribuan orang miskin yang tidak tahu bahwa Frassati berasal dari
keluarga kaya. Dengan menghadirkan jenazahnya di Sydney, Benediktus XVI menawarkan
Frassati sebagai teladan kaum muda yang telah mengalami kehadiran dan kasih
Allah yang mengubah dan membarui hidupnya; dan juga berupaya untuk membagikan
pengalaman itu kepada teman-temannya dengan harapan semoga hidup merekapun
diubah dan diperbarui oleh Tuhan yang selalu mencintai. Inilah sebuah kisah
yang sempat saya baca dari buku Mgr. Ignatius Suharyo yang berjudul “The
Catholic Way (2009)”. Sebuah kisah anak muda yang menggugah hati dan menantang
bagi kita orang-orang muda di zaman ini. Mgr. Ignatius Suharyo mengatakan bahwa
Frassati ditampilkan sebagai pribadi yang menggugah dunia. Ia menampakkan
kemulian Allah karena telah mengalami secara pribadi dan mendalam akan kasih
Allah dalam hidupnya.
Melalui kisah di atas saya hanya ingin
mengatakan bahwa Tuhan mencari dan terus mencari. Tuhan sedang mencari kita
para anak muda yang mau menyerahkan segenap hatinya pada Yesus. Yang mau
membayar harga untuk menjadi berbeda dengan dunia. Dan yang mau pergi ke mana
saja dan melakukan apa saja untuk membuat Injil Kristus nyata dan hidup,
terlebih bagi kaum miskin dan tertindas. Tuhan tidak menghendaki kita orang
muda yang hanya omong doang. Ia
menghendaki agar kita berani berpihak dan berindak. Berpihak bagi mereka yang
miskin dan tertindas. Dan bertindak untuk memperjuangkan mereka menjadi manusia
yang utuh. Tuhan membutuhkan Frassati-Frassati yang baru di zaman ini.
AKU MAU DIBELA
Menghadirkan
jenazah Giorgio Frassati dalam hari Kaum Muda Sedunia di Sydney adalah salah
satu bentuk Gereja dalam membela Kaum Muda. Dengan adanya Hari Kaum Muda
Sedunia juga sudah menjadi wujud nyata bagaimana Gereja membela kaum muda.
Inilah yang pertama-tama dibutuhkan oleh orang muda. Mereka butuh dibela. Bukan
dianggap anak kecil, tidak dianggap, dan bahkan tidak dilibatkan. Mereka harus
diberi tempat. Dilibatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Diajak untuk
mempunyai skala prioritas dalam kehidupan. Sehingga, dalam keterlibatan
tersebut, jika mereka salah perlulah mereka diajak untuk kembali berdiskusi dan
menuju kebenaran. Terkadang memang melelahkan dan menjengkelkan. Tetapi itulah
mereka, dengan berbagai dinamika hidup yang sangat dinamis.
Saya
bersyukur dalam tiga tahun perjalanan imamatku mendapat perutusan dari Bapak
Uskup Agung Jakarta untuk bertugas di salah satu paroki yang dinamis di
Jakarta. Di sana banyak anak mudanya dan juga banyak warna-warni karya dan
kehidupannya. Suatu ketika dalam kongkow-kongkow
dengan mereka, banyak yang mengatakan bahwa demikian, ”Romo, kami tidak
menuntut lebih, kami hanya ingin ditemani dan dibela.” Ungkapan ini sungguh
saya renungkan dan meneguhkan hidup saya di tengah-tengah teman-teman muda.
Mereka butuh orang-orang yang mau terus membela dan membela mereka. Apa artinya
membela mereka?
Pertama, “Cukup dengarkan kami Romo”,
inilah kerinduan mereka. Banyak hal yang bisa saya dapat ketika saya
bermodalkan mendengarkan mereka. Tidak usah kita bertanya banyak hal, mereka
akan memberikan banyak hal untuk kita. Inilah buktinya. “Tantangan kami yang
cukup berat sekarang sih, menurut gue,
FREE SEX, Mo”, demikian jujur dan
lugasnya Andi (bukan nama sebenarnya) ungkap kepadaku. Ia berbadan besar dengan
tato keren di tangan. Tetapi hatinya sangat halus dan lembut. “Romo, hanya
tobat yang aku rindukan”, inilah kerinduannya dengan mata yang mulai
berkaca-kaca. Berbeda lagi dengan Rini (bukan nama sebenarnya). “Setiap kali gue keluar rumah, gue seperti hidup di ‘planet lain’ Mo”, ungkapnya dengan tegas. Ia
menambahkah, “Sekarang ini terlalu banyak aturan, dan terlalu sedikit
keteladan. Institusi sekolah juga mulai bergaya industri akibatnya, orientasi
semata hanya pada hasil akhir. Bukan hanya sekolah pemerintah, swasta dan
bahkan swasta Katolik juga kurang berpihak dengan teman-teman kami yang punya
kepintaran dan budi pekerti baik tetapi nggak
punya duit. Teman-temanku juga terjebak industri modern yang membentuknya jadi
materialistis. Sementara agama masih diajarkan lewat ritual tanpa nilai.”
Inilah ungkapan anak muda yang sudah mulai sangat kritis dan tajam dalam
berpikir. “Wawww… Hebatnya anak muda jaman sekarang,” ungkapku dalam hati.
Kedua, “Gereja Katolik harus SERIUS dong untuk memperhatikan
kami”, inilah
salah satu kritik tajam yang keluar dari hati anak muda. Mari kita melihat
lebih jauh dan dalam, sungguhkah kita serius memberi hati, tenaga dan
pengorbanan kita untuk mereka. Atau jangan-jangan kita hanya dalam tataran
hangat-hangat (maaf)…ayam. Sehingga kita hanya menyalahkan mereka, gembar-gembor (teriak-teriak) dengan
lantang mengatakan bahwa orang muda harapan bangsa dan Gereja, tetapi
kenyataannya hanya omong doang.
Perjalanan yang penuh batu terjal nan penuh resiko sebenarnya sudah diusahakan
oleh Keuskupan Agung Jakarta untuk serius membela orang muda khususnya di
Jakarta. Adanya Komisi Kepemudaan, adanya dana 5% yang dikhususnya untuk
kaderisasi dan pembinaan bagi orang muda. Bentuk-bentuk kaderisasi telah
dilakukan untuk orang muda Katolik baik yang bersifat intern atau pun sampai
menjamah ranah sosial, kemasyarakatan dan politik. Keuskupan Agung Jakarta
(KAJ) sungguh mempunyai cita-cita yang luhur dan suci yang tertuang dalam ARDAS
KAJ 2011-2015. Dengan membaca tanda-tanda zaman; Iman akan Yesus Kristus adalah
pilar utama dalam membangun persaudaraan yang sejati dan menumbuhkan pelayanan
yang penuh kasih. Maka, semua gerakan pembaruan bertujuan untuk mewujudkan
cita-cita bersama tersebut. Tentunya cita-cita ini juga harus diimpelentasikan
untuk orang-orang muda kita juga. Orang muda digerakkan untuk terlibat dalam
berbagai permasalahan sosial, terutama kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup
serta intoleransi dalam hidup bersama. Melibatkan orang muda dalam keprihatinan
Gereja KAJ merupakan bentuk-nyata Gereja Katolik membela orang-orang muda.
Tetapi janganlah terlalu cepat untuk berpuas diri. Sebab orang muda Katolik di
zaman ini masih banyak yang berteriak “minta tolong” karena himpitan ekonomi,
materialisme, hedonisme, konsumerisme dan yang lebih mengerikan lagi mulai
terkikisnya iman akan Yesus Kristus. Mari kita menanggapi secara serius akan
situasi orang muda zaman ini.
AKU MAU PULANG…
“Dengan langkah beratku sampai di Emaus.
Mataku terhalang seperti dahulu pada murid-murid-Nya. Namun hatiku berkobar
karena DIA di Emaus.” Teks suci nan penuh makna dalam ini terpatri dalam
bingkai berkayu coklat di Rumah romo-romo Yesuit yang sudah usia (sepuh),
Girisonta, Semarang. Tempat ini penuh dengan kesunyian dan kesucian.
Tapak-tapak karya Sang Maestro kehidupan sungguh terpancar di sana. Karya dan
kekudusan mereka tertunduk simpuh ke kerendahan hati dalam kesunyian. Ada masa
lalu, ada masa jaya, ada masa luka, ada masa emas, ada masa…, ada masa…, semua
terbawa dan dibawa dalam keheningan suci bersama SANG SABDA, SANG KHALIK, SANG
PUTRA. Ada hati yang tak terima, ada hati yang nestapa, ada hati yang lara nan
duka, ada hati yang siap sedia, semua akan bergelora dalam kobaran cinta Tuhan
yang terus menyapa dan mencinta. Emaus adalah simbol pencarian manusia akan
SUMBER KEHIDUPAN yang tak akan pernah mengering. Pencarian manusia tak akan
usai sebelum SANG EMPUNYA KEHIDUPAN ini menyatakan SELESAI. Tuhan menuntut kita
untuk terus mencari Dia, mendekat Dia dan akhirnya tinggal bersama Dia.
Kisah Emaus hanya
ada dalam Injil Lukas (Luk 24:13-49). Ini sebuah kisah yang maha dahsyat dalam
Lukas. Dua relung hati yang tertunduk lesu dihadapkan dengan kesunyian suci.
Kesunyian Emaus membuka tabir dua pribadi yang mengalami kehidupan Yesus dalam
keterpurukan nurani. Perjalanan apapun akan ia tempuh walaupun jauh sekalipun.
Mau 7 mil, 8 mil atau pun 30 mil akan ditempuh demi sebuah pencarian makna
hidup. Saya menafsirkan inilah semangat orang muda. Haus akan makna, pencarian
dan pertanyaan kehidupan. Mereka layaknya orang muda yang selalu berdiskusi,
bercakap-cakap, bertukar pikir dan pendapat. Bertanya, mempertanyakan,
menyangsikan, membantah, itulah dinamika hidup orang muda. Hanya mengandalkan
rasio yang katanya berakal dan berbudi (berakal budi) tetapi kerap kali jauh
dari nurani. Nurani yang tak terasah membuat mereka sungguh tak dapat mengenal
Dia. Karena apa? Karena ada yang menghalangi mata mereka. PENGHALANG itulah
yang membuat mata kabur sampai lamur
dan akhirnya ngawur menjalani hidup. Siapakah penghalang itu? Dia akan
terejawantahkan dalam banyak virus. Dalam materialisme, mau popular (terkenal),
hedonisme, nihilisme, sinkretisme, seks bebas, sampai-sampai pada krisis iman
yang akhirnya bermuara untuk meninggalkan iman. Inilah yang sedang dialami anak
muda zaman sekarang. NGERI. Ya memang ngeri, tetapi tidak cukup hanya bilang
ngeri. BERTINDAKLAH! Bantu mereka! Lakukan sesuatu untuk mereka!
Emaus adalah
suasana di mana lubuk hati manusia tergoncang, marah, lesu, dan bahkan
cenderung terhalang matanya. Ingat dalam Kitab Suci mereka hanya terhalang
matanya, sehingga tidak dapat mengenal Yesus. Terhalang itu tidak buta. Masih bisa dibuka dan dibantu. Demikian
juga dengan anak-anak muda kita. Mungkin banyak dari antara mereka yang
terhalang nuraninya dari virus-virus dosa. Bantu mereka untuk terbuka. Agar
kembali mengenal SANG PUTRA. Lihat “kedua murid itu mendesak Yesus agar tinggal
dengan mereka” (Luk 24:29). Walaupun mereka belum mengenal siapa yang berjalan
dengan mereka. Walaupun ajakan mereka untuk tinggal dengan alasan yang tidak
mendalam ”sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.”
Tetapi ajakan yang tidak didasari dengan kedalaman iman ini tetap ditanggapi
oleh Yesus secara positif. Yesus mau tinggal bersama mereka, “lalu masuklah Ia
untuk tinggal bersama mereka”, (Luk 24:29). Dan lihatlah, ketika Yesus
menanggapi secara positif ajalan kedua murid tersebut, dengan mau masuk dan
tinggal bersama mereka, mereka lambat laun mulai terbuka mata dan hatinya dan
mengetahui siapa sesungguhnya pribadi yang berjalan bersama mereka itu. Yesus
mau duduk dan makan bersama mereka. Yesus “mengambil roti, mengucap berkat,
memecah-mecahkan roti itu dan membagikannya kepada mereka” (Luk 24:30). Dan
“Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia” (Luk 24: 31).
Ketika mata mereka mulai terbuka, barulah mereka mulai melihat ke belakang
pengalaman perjalanan mereka sebelumnya. Mereka sebenarnya sudah ada rasa
“berkobar-kobar ketika orang itu (Yesus) berbicara di tengah jalan dan ketika
Yesus menerangkan ISI KITAB SUCI.” (Luk 24:32).
Lihat, di manapun
kita berada, dalam situasi apapun kita, Yesus selalu ada. Yesus mengejar kita.
Yesus tidak tinggal diam. Ia akan selalu hadir. Hanya mata dan hati kita saja
yang terhalang. Terhalang bukan berarti buta. Masih ada harapan untuk pulih dan
melihat kembali. Inilah situasi kebanyakan anak muda zaman sekarang. Yesus
mengutus kita untuk mau BERJALAN MENERANGKAN ISI KITAB SUCI, dan MAU TINGGAL
dalam misteri ekaristi suci sehingga anak-anak muda zaman sekarang mulai
merasakan kobaran-kobaran iman sampai akhirnya mereka sungguh kembali mengenal
Yesus. Anak-anak muda zaman sekarang yang sedang dalam persimpangan jalan, yang
mungkin juga dalam ketersesatan, sedang menjerit dengan jeritan INGIN PULANG
(baca: kembali mengenal Yesus). Kita semua diutus untuk mereka. Mari kita berjalan bersama mereka,
menerangkan isi Kitab Suci, mau tinggal bersama mereka (bela mereka secara
serius) dalam misteri Ekaristi suci (bukan hanya dalam belarasa ritual semata),
sehingga mata mereka kembali terbuka untuk mengenal Yesus Sang Putra.
UTUSLAH AKU
Kembali mengenal
Yesus sebuah peristiwa yang mengubah segalanya. Mereka berdiri dan “kembali
menuju Yerusalem” (Luk 24:33). Bahkan mereka mulai berani bercerita akan
pengalamannya di jalan (Luk 24:35) bersama Yesus, terlebih ketika Yesus memecah-mecahkan
roti. Ingat, tugas kita adalah kembali membuka mata hati anak-anak muda zaman
sekarang. Jika mereka sudah terbuka matahatinya, ditangkap oleh Yesus, maka
mereka akan menjadi utusan yang tangguh. Mereka akan mengatakan kepada kita,
”UTUSLAH AKU!” Pakailah aku, Tuhan! Aku siap mati untuk-Mu, Tuhan! Di sinilah
akhirnya kita melalui terang Roh Kudus ditunjukkan munculnya Frassati-Frassati
di zaman ini, yang mau membela dan mengorbankan hidupnya hanya untuk
orang-orang yang miskin dan tertindas.
Semoga Civita akan
mampu memunculkan anak-anak muda yang siap diutus kemana saja, dengan iman yang
teguh dan tindakan yang tangguh, khususnya bersaksi di tengah dunia yang tidak
mudah ini. Civita adalah teman
seperjalanan anak muda.
RD. Romanus Heri Santoso
Penulis pernah menjadi frater
TOP di Civita