Memaknai Hidup Agar Menjadi Inspirasi Bagi Orang Lain

Oleh Sr. Selviana Niman, OSU

Pada saat bergabung sebagai Tim pembimbing retret di rumah retret Civita, saya ikut mendampingi peserta retret mulai dari tingkat SD sampai SMA. Saya meyakini bahwa kehadiran mereka untuk mengikuti Retret bukan sekadar ingin rekreasi/refresing karena bebas dari tugas sekolah, tidak ada ulangan dsb, tetapi ada kerinduan untuk memuaskan sisi rohani mereka. Orang-orang yang seperti ini menjadi inspirasi saya dalam menghayati iman Katolik dan memaknai hidup. Saya mengartikan makna hidup dari sebuah kesetiaan dan ketekunan. Hidup
akan menjadi indah dan bermakna ketika saya gembira melakukan aktivitas meskipun tidak disukai. Buah dari kesetiaan dan ketekunan adalah kegembiraan, keceriaan, dan kharisma positif yang terpancar. Tanpa disadari, orang-orang yang setia dan tekun memaknai hidupnya sudah menjadi inspirasi untuk orang lain, melalui cara hidupnya, cara bicaranya dan tindakkannya.
Dalam refleksi ini, saya bertanya dalam diri saya, apakah saya sudah memaknai hidup ini dan menjadi inspirasi bagi orang lain? Saya sendiri tidak begitu yakin sudah menjadi inspirasi bagi orang lain dan memaknai hidup secara benar. Oleh karena itu, saya merenungkan perumpamaan benih yang ditabur (Luk 8:4-15) untuk melihat gambaran diri. Benih yang jatuh di pinggir jalan dan diinjak merupakan gambaran pribadi yang tidak berkualitas. Kemudian benih yang jatuh di tanah yang baik merupakan gambaran pribadi berkualitas, karena bisa mengembangkan potensi dan mendapat dukungan dari sekitarnya. Saya mengingat ada begitu banyak orang baik yang hadir dalam hidup saya. Saya mendapat banyak hal secara cuma-cuma. Oleh karena itu, saya menyiapkan diri untuk dituntut lebih dan memberikan diri kepada orang banyak secara cuma-cuma juga. Saya merasa ini bukan do ut des, tetapi sikap syukur untuk memaknai hidup dan berarti untuk orang banyak. Inilah yang disebut Manusia Ekaristi.
Saya membayangkan benih yang akan tumbuh adalah saya. Jika benih itu jatuh di tempat yang kering, tandus, berduri, maka saya akan mati dan tidak bermakna. Namun jika benih itu disiapkan dengan baik untuk ditanam di tempat yang baik, maka saya yakin benih itu akan menjadi berkat dan menghasilkan buah berlipat ganda. Saya sendiri terinspirasi dari pribadi Yesus. Yesus adalah tokoh yang mampu memaknai dirinya sebagai Penyelamat. Yesus merupakan inspirasi banyak orang, sehingga keteladanannya ditiru para santa-santo dan orang beriman.
Civita merupakan tempat pembenihan. Saya sebagai benih disiapkan untuk menjadi benih yang tangguh dan berkualitas. Saya disiapkan untuk ditabur di mana pun, entah tempat yang subur atau tempat berduri. Benih tidak bisa memilih di mana ia akan ditabur petani. Demikian juga perutusan hidup, saya tidak bisa menentukan hidup yang selalu baik dan memilih ditempatkan di tanah yang subur. Oleh karena itu, saya berusaha memaknai dari setiap peristiwa dan tugas yang tidak terduga, sehingga dalam menjalankannya saya tetap bergembira dan menjalankannya dengan hati bebas. Maka kegembiraan dan kehendak bebas menjadi semangat dan inspirasi untuk diri maupun untuk orang lain. 
Saya berkesan dengan lirik lagu “Mars Civita”, walaupun tidak hafal tetapi cukup bagian refren
Oh Civita yang kucinta
Kau beri karya nyata
Membawa kami pada cinta Tuhan
Jadi insan yang beriman
Walaupun lagu Mars Civita ini belum sungguh terkenal di kalangan orang muda, namun bagi teman-teman yang pernah mengikuti retret di Civita tentu mengenal lirik lagu Mars Civita terutama peserta retret SD dan SMP, karena biasanya mars ini dinyanyikan sebagai lagu penutup saat misa penutupan retret.
Ada beberapa makna yang bisa saya sharingkan melalui lirik lagu Mars Civita ini.
Karya nyata, Civita menjadi sarana bagi orang muda untuk pengenalan diri, pengenalan akan sesama dan pengenalan terhadap lingkungan sekitar, sehingga bisa tumbuh rasa cinta yang dimulai dalam diri sendiri, dan mengarah kepada sikap mencintai sesama dan lingkungan.
Membawa kami pada cinta Tuhan. Civita tidak hanya berhenti pada pengenalan diri, sesama dan lingkungan namun lebih jauh lagi mengenal akan cinta Tuhan sehingga lebih beriman kepada Sang pencipta sebagai sumber cinta sejati. Civita menanamkan sikap semangat berbagi, berkorban, kepedulian, kesederhanaan dan keterbukaan. Saya terkesan dengan pengalaman ketika peserta retret diminta untuk memberi kesan dan pesan selama retrret. Biasanya yang diminta memberi pesan dan kesan adalah presiden dan wakil presiden, gong boy dan gong girl. Ada yang mengungkapkan bahwa melalui retret ia belajar mandiri, tidak egois, peduli kepada sesama, hidup teratur (ada waktu untuk hening/doa, ada waktu istirahat dan ada waktu bermain/aktivitas). Biasanya kalau di rumah ia melaksanakan kegiatan sesuai keinginannya tetapi di sini ia mengikuti kegiatan bersama dengan teman-teman secara teratur. Ada juga kesan yang mengungkapkan bahwa selama retret dapat belajar untuk selalu mengucap syukur untuk setiap pemberian Tuhan sehingga bisa menikmati makanan walaupun biasanya hidangan di rumah lebih enak, tidur menggunakan AC, kamar tidur lebih luas, namun semua kesederhanaan yang disediakan di sini bisa menikmatinya dengan penuh rasa syukur. Sikap atau kesan kepedulian terhadap lingkungan juga terlihat dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar, memberi makan ikan-ikan di kolam/empang serta tanggung jawab atas ruangan yang mereka gunakan.
Jadi insan/manusia yang beriman. Tujuan sejati hidup manusia tidak hanya untuk bahagia, memperoleh pengetahuan yang banyak tentang berbagai hal, memiliki banyak kekayaan, namun tujuan hidup yang paling luhur adalah belajar beriman kepada Tuhan.
Dalam konteks inilah Tuhan sering kali masuk dalam diskusi atas pencarian manusia mengenai tujuan hidupnya. Bagi mereka, pencarian atas tujuan sejati hidup manusia tidak hanya berhenti dengan memeluk agama tertentu untuk menemukan jawabannya. Oleh karena itu tujuan sejati hidup manusia berbeda dengan profesi atau karier yang ingin kita tekuni. Kita terlalu banyak menggunakan otak, padahal membangun relasi yang intim dengan Tuhan hanya dapat dilakukan dengan “keterbukaan hati”. Hanya hati kita yang dapat mengenal akan cinta Tuhan yang begitu besar.
Hal utama dan yang paling penting serta harus kita sadari adalah bahwa Tuhan adalah kasih, dan kasih inilah yang hendak kita bagikan kepada sesama. Untuk apa kita beriman kepada Tuhan? Agar kita bersatu erat dengan Tuhan dan kembali seutuhnya kepada-Nya. Akhinya kita bisa mengalami keselamatan dalam hidup yang abadi.
Proficiat saya ucapkan untuk 40 tahun karya Civita- Keuskupan Agung Jakarta, untuk Romo Odemus Bei Witono, SJ direktur Civita Youth Camp beserta Tim Civita dan Panitia Lustrum 8 Civita Youth Camp beserta semua pihak yang berbahagia. Sukses selalu dan semakin maju. Tuhan memberkati.
Salam dan doa, Sr. Selviana Niman, OSU
Berikutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »